Hari Kamis, 4 Desember 2008, Siswa kelas 9-12 mengadakan aksi sosial ke dua tempat, yaitu rumah singgah di Jalan Tambak, Manggarai, Jakarta Selatan dan kelompok yang lain pergi ke rumah singgah di Cilincing, Jakarta Utara. Kegiatan tahunan yang selalu diadakan setiap bulan Desember ini untuk melatih kepekaan siswa-siswi PSKD Mandiri terhadap penduduk yang kurang beruntung. Sedangkan dana untuk kegiatan ini berasal dari basar yang selalu diadakan bersamaan dengan pertunjukkan siswa-siswi PSKD Mandiri di setiap akhir semester.
Rumah Kerang
Kata "kerang" bukan hanya sekadar nama hewan laut yang menjadi santapan sehari-hari warga Cilincing, tapi juga menjadi sumber penghidupan. Sebagian besar warga Cilincing, dari anak-anak hingga dewasa, berprofesi sebagai buruh angkut kerang dan pengupas kulit kerang, khususnya kerang hijau atau ada juga yang menyebutnya serindet.
Lalu, apa itu Rumah Kerang? Rumah Kerang adalah sebuah tempat yang dikelola oleh Suster-suster Puteri Kasih bersama para relawannya untuk melakukan pendampingan belajar kepada anak-anak Cilincing dan sekitarnya. Umumnya, masyarakat di kawasan itu berada pada taraf ekonomi lemah ke bawah. (Kompas)
Sebelum berangkat, siswa-siswa ini membawa barang-barang sumbangan ke dalam bus.
Lucia dengan semangat memasukan barang-barang ke dalam bus.
Hanna sebagai koordinator acara memeriksa kesiapan barang-barang yang akan di bawa.
Jalanan macet... tetap semangat ke tempat tujuan.
Sesampai di tempat tujuan, kami di sambut dengan pembandangan yang cukup menyentuh hati... antrian ibu-ibu dan anak yang akan hendak mengambil sembako.
Suster Aurellia sedang menjelaskan bahwa ibu-ibu yang mengantri sembako selain mendapatkan sembako, mereka juga diajari untuk menabung. Dengan harapan mereka memiliki simpanan di saat mereka membutuhkan nanti.
Setelah berbincang-bincang sebentar, siswa-siwi PSKD Mandiri diajak berkeliling kampung untuk melihat kondisi nyata keadaan penduduk di kawasan Kali Baru, Cilincing. Daerah yang panas, becek, bau bukan menjadi halangan bagi anak-anak ini untuk tetap menelusuri gang-gang sempit di kampung.
Mereka berkesempatan melihat bagaimana ibu-ibu di kampung ini membuat ikan asin.
Berjalan di samping rumah, becek, licin, panas, bau......Tetap Semangat!!!
Gian di antara kuli pengupas kuilit kerang.
Berjalan di antara gang-gang sempit.
Terus berjalan menyusuri rumah-rumah penduduk.
Kami bertemu dengan sepasang kakek-nenek di sebuah gubug ukuran 2 x 1 dengan kondisi yang sangat memprihatinkan. Di depan pintu mereka tertempel piagam penghargaan dari pemerintah karena Si Kakek adalah mantan pejuang di era kemerdekaan. Ia adalah seorang veteran perang. Ironis!
Sharing pengalaman oleh Suster Aurellia.
Kenji, Gian dan yang lainnya membantu menurunkan sembako.
Secara simbolik sumbangan diberikan oleh Hanna (koordinator kelompok) kepada Suster Aurellia.
Foto bersama.
Pergi meninggalkan Rumah Kerang... kembali ke sekolah.